Rabu, 07 April 2010

Kabupaten Lebak


Kabupaten Lebak adalah salah satu kabupaten penghasil produk pertanian. Kontribusi sektor pertanian pada pembentukan PDRB Lebak mencapai 38,16 persen dengan nilai ekonomi mencapai Rp 1,2 trilyun lebih. Karena produk pertanian tersebar di seluruh kecamatan, maka tak heran jika terlihat ada banyak pusat pertanian. Pusat pertanian buah seperti jambu, sawo, pepaya, nangka, belimbing, jambu air dan mangga terdapat di kecamatan Cibadak, Cimarga, Cileles, Malimping, Wanasalam, Bayah dan Cilograng. Wilayah wilayah ini mampu memproduksi buah-buahan jenis-jenis tersebut di atas rata-rata kecamatan lainnya. 


Adapun Kecamatan Rangkas Bitung, Wrunggunung, Sajira, Cipanas, Maja Curugbitung, Muncang, Leuwidamar, Bojongmanik, Banjarsari, Cijaku dan Cibeber merupakan wilayah yang sangat baik dijadikan pusat pengembangan alpukat, rambutan, duku, jeruk, durian, pisang, nanas, salak, sirsak dan manggis. Untuk klaster sayur-sayuran, sangat baik di kembangkan di Rangkas Bitung, Cibadak, Cipanas, Curug Bitung Cimarga, Banjarsari, Malimping, Wanasalam, Cijaku, Bayah dan Cilograng. 

Karet merupakan produk primadona untuk sektor perkebunan di daerah ini. Nilai ekonomi yang tercipta mencapai Rp 72,8 milyar. Demikian juga dengan kepala sawit. Nilai ekonomi kelapa sawit mencapai Rp 32,4 milyar. Hal ini mengindikasikan bahwa wilayah Lebak selain cocok untuk jenis tanaman holtikultura dan buah-buahan, juga baik untuk tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit, kakao dan kelapa. 

Dari subsektor perikanan, perikanan laut tetap menjadi primadona dengan nilai ekonomi mencapai lebih dari Rp 27 milyar. Sedangkan ikan darat memiliki nilai ekonomi lebih dari Rp 22,3 milyar. Jenis ikan darat yang banyak dikembangkan oleh penduduk setempat adalah jenis ikan sawah dengan nilai ekonomi lebih dari Rp 12,9 milyar, ikan kolam Rp 7,3 milyar dan ikan tambak Rp 1,5 milyar. 

Wilayah ini memiliki kekayaan budaya. Kekayaan budaya inilah yang terus dikembangkan menjadi bagian industri wisata yang diharapkan akan mendatangkan devisa. Jumlah kunjungan wisatawan asing ke Baduy misalnya, rata-rata perbulan 3 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa wisata Baduy cukup dikenal di luar negeri. Adapun wisatawan lokal (dalam negeri) yang berkunjung ke Baduy mencapai 500 orang perbulannya. Tempat wisata yang paling banyak di kunjungi wisatawan lokal adalah Bagegur dengan jumlah 100.150 jiwa dalam satu tahun. 


Sumber:
http://www.cps-sss.org/web/home/kabupaten/kab/Kabupaten+Lebak

Sumber Gambar:
http://www.flickr.com/photos/willisrm/2838536051/
http://www.deptan.go.id/daerah_new/distanak_banten/PETA%20KAWASAN/horti%20lebak.jpg
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/c/cf/Locator_kabupaten_lebak.png
http://akumassa.files.wordpress.com/2009/01/lebak-pasar-pagi.jpg

Sejarah Kabupaten Lebak



Sebagai bagian dari wilayah Kesultanan Banten, Kabupaten Lebak dengan luas Wilayah 304.472 Ha, sejarahnya tidak dapat dipisahkan dari sejarah Kesultanan Banten.
Berkaitan dengan Hari Jadi Kabupaten Lebak yang jatuh pada tanggal 2 Desember 1828, terdapat beberapa catatan sejarah yang menjadi dasar pertimbangan, antara lain :

1.Pembagian Wilayah Kesultanan Banten

Pada tanggal 19 Maret 1813, Kesultanan Banten dibagi 4 wilayah:

- Wilayah Banten Lor
- Wilayah Banten Kulon
- Wilayah Banten Tengah
- Wilayah Banten Kidul

Ibukota Wilayah Banten Kidul terletak di Cilangkahan dan pemerintahannya dipimpin oleh Bupati yang diangkat oleh Gubernur Jendral Inggris (RAFFLES) yaitu TUMENGGUNG SURADILAGA.


2. Pembagian Wilayah Keresidenan Banten

Berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Nomor 1, Staatsblad Nomor 81 tahun 1828, Wilayah Keresidenan Banten dibagi menjadi 3 (tiga) Kabupaten yaitu :
- Kabupaten Serang
- Kabupaten Caringin
- Kabupaten Lebak

Wilayah Kabupaten Lebak, berdasarkan pembagian diatas memiliki batas-batas yang meliputi District dan Onderdistrict yaitu :

a. District Sajira, yang terdiri dari Onderdistrict Ciangsa, Somang dan Onderdistrict Sajira,
b. District Lebak Parahiang, yang terdiri dari Onderdistrict Koncang dan Lebak Parahiang.
c. District Parungkujang, yang terdiri dari Onderdistrict Parungkujang dan Kosek,
d. District Madhoor (Madur) yang terdiri dari Onderdisrict Binuangeun, Sawarna dan Onderdistrict Madhoor (Madur).


3. Pemindahan Ibukota Kabupaten Lebak
Pada tahun 1851, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, nomor 15 tanggal 17 Januari 1849, Ibukota Kabupaten Lebak yang saat itu berada di Warunggunung dipindahkan ke Rangkasbitung. Pelaksanaan pemindahannya secara resmi baru dilaksanakan pada tanggal 31 Maret 1851.


4. Perubahan Wilayah Kabupaten Lebak

Wilayah Kabupaten Lebak yang pada tahun 1828 memiliki District, dengan terbitnya Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 29 Oktober 1828, Staatsblad nomor 266 tahun 1828, diubah menjadi :

- District Rangkasbitung, meliputi Onderdistrict Rangkasbitung, Kolelet Wetan, Warunggunung dan Onderdistrict Cikulur.
- District Lebak, meliput Onderdistrict Lebak, Muncang, Cilaki dan Cikeuyeup.
- District Sajira meliputi Onderdistrict Sajira, Saijah, Candi dan Maja.
- District Parungkujang, meliputi Onderdistrict Parungkujang, Kumpay, Cileles dan Bojongmanik.
- District Cilangkahan, meliputi Onderdistrict Cilangkahan, Cipalabuh, Cihara dan Bayah.

5. Tanggal 14 Agustus 1925
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 14 Agustus 1925, Staatsblad nomor 381 tahun 1925 Kabupaten Lebak menjadi daerah Pemerintahan yang berdiri sendiri dengan wilayah meliputi District Parungkujang, Rangkasbitung, Lebak dan Cilangkahan.


6. Tanggal 8 Agustus 1950
Undang-undang Nomor 14 tahun 1950 tentang Pembentukan daerah-daerah Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat.

Berdasarkan rangkaian sejarah tersebut kami berpendapat bahwa titi mangs tepat untuk ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Lebak adalah tanggal 2 Desember 1828, dengan dasar pemikiran dan pertimbangan sebagai berikut :

a. Tanggal 2 Desember 1828, berdasarkan Staatsblad Nomor 81 tahun 1828 merupakan titik awal pembentukan 3 (tiga) Kabupaten di wilayah bekas Kesultanan Banten dan nama Lebak mulai diabadikan menjadi nama Kabupaten dengan batas-batas wilayah yang lebih jelas sebagaimana tercantum dalam pembagian wilayah ke dalam District dan Onderdistrict (Kewedanaan dan Kecamatan). Walaupun terdapat perubahan nama dan penataan kembali wilayah District dan Onderdistrict tersebut, wilayah Kabupaten Lebak dalam perkembangan selanjutnya sebagaimana tertuang dalam Staatsblad nomor 226 tahun 1828, Staatsblad nomor 381 tahun 1925 dan Undang-undang nomor 14 tahun 1950, merupakan wilayah Kabupaten Lebak sebagaimana adanya saat ini.

Sebelum adanya Staatsblad nomor 81 tahun 1828, selain nama Lebak belum pernah diabadikan batas wilayah untuk Kabupaten yang ada di wilayah Banten karena belum adanya kejelasan yang dapat dijadikan dasar penetapan.

b. Tanggal 2 Desember 1828 yang bertepatan dengan saat diterbitkannya Staatsblad nomor 81 tahun1828, tidak dijadikan dasar penetapan sebagai Hari Jadi bagi dua Kabupaten lainnya, yaitu Kabupaten Serang dan Pandeglang.

Upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Lebak beserta seluruh aparat serta dukungan seluruh masyarakat Kabupaten Lebak melalui wakil-wakilnya di DPRD, telah berhasil menentukan Hari Jadi Kabupaten Lebak dengan lahirnya Keputusan DPRD nomor 14/172.2/D-II/SK/X/1986, yang memutuskan untuk menerima dan menyetujui bahwa Hari Jadi Kabupaten Lebak jatuh pada tanggal 2 Desember 1828 beserta rancangan peraturan daerahnya.


Sumber :
http://www.lebakkab.go.id/index.php?pilih=hal&id=6

Sumber Gambar:
http://arsip.banten.go.id/gambar/JB%205701-247%20(77).jpg
http://akumassa.files.wordpress.com/2009/04/rangkasbitung-pandeglang-labuan-1980.jpg

Kabupaten Lebak dan Sejarahnya



Kabupaten Lebak, adalah sebuah kabupaten di Provinsi BantenIndonesia. Ibukotanya adalah Rangkasbitung. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang di utara, Provinsi Jawa Barat di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Pandeglang di barat.

Kabupaten Lebak terdiri atas 28 kecamatan, yang dibagi lagi atas 315 desa dan 5 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Rangkasbitung, yang berada di bagian utara wilayah kabupaten. Kota ini dilintasi jalur kereta api Jakarta-Merak.

Secara geografis wilayah Kabupaten Lebak berada pada 105 25' - 106 30 BT dan 6 18' - 7 00' LS. Bagian utara kabupaten ini berupa dataran rendah, sedang di bagian selatan merupakan pegunungan, dengan puncaknya Gunung Halimun di ujung tenggara, yakni di perbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten SukabumiSungai Ciujungmengalir ke arah utara, merupakan sungai terpanjang di Banten.

Baduy merupakan salah satu objek wisata yang dimiliki Kabupaten Lebak dan sering dikunjungi wisatawan mancanegara karena memiliki keunikan tersendiri.


Sejarah


Sebagai bagian dari wilayah Kesultanan Banten, Kabupaten Lebak dengan luas Wilayah 304.472 Ha, sejarahnya tidak dapat dipisahkan dari sejarah Kesultanan Banten. Berkaitan dengan Hari Jadi Kabupaten Lebak yang jatuh pada tanggal 2 Desember 1828, terdapat beberapa catatan sejarah yang menjadi dasar pertimbangan, antara lain :


Pembagian Wilayah Kesultanan Banten

Pada tanggal 19 Maret 1813, Kesultanan Banten dibagi 4 wilayah yaitu :

  • Wilayah Banten Lor
  • Wilayah Banten Kulon
  • Wilayah Banten Tengah
  • Wilayah Banten Kidul

Ibukota Wilayah Banten Kidul terletak di Cilangkahan dan pemerintahannya dipimpin oleh Bupati yang diangkat oleh Letnan Gubernur Inggris Raffles yaitu Tumenggung Suradilaga.


Pembagian Wilayah Keresidenan Banten

Berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Nomor 1, Staatsblad Nomor 81 tahun 1828, Wilayah Keresidenan Banten dibagi menjadi 3 (tiga) Kabupaten yaitu :

  • Kabupaten Serang
  • Kabupaten Caringin
  • Kabupaten Lebak

Wilayah Kabupaten Lebak, berdasarkan pembagian diatas memiliki batas-batas yang meliputi District dan Onderdistrict yaitu :

  • District Sajira, yang terdiri dari Onderdistrict Ciangsa, Somang dan Onderdistrict Sajira,
  • District Lebak Parahiang, yang terdiri dari Onderdistrict Koncang dan Lebak Parahiang.
  • District Parungkujang, yang terdiri dari Onderdistrict Parungkujang dan Kosek,
  • District Madhoor (Madur) yang terdiri dari Onderdisrict Binuangeun, Sawarna dan Onderdistrict Madhoor (Madur)

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lebak
Sumber Gambar:
http://akumassa.files.wordpress.com/2008/12/3401564-rangkas_bitung_plaza-rangka.jpg

Peta Lebak


Lihat Peta Lebih Besar

Sepuluh Kecamatan di Lebak Endemis DBD

Sepuluh kecamatan di Kabupaten Lebak, Banten, dinyatakan sebagai wilayah endemis penyebaran penyakit demam berdarah dengue, akibat rendahnya tingkat kesadaran menjaga kebersihan lingkungan. "Selama tiga bulan terakhir ini jumlah penderita DBD mencapai 76 orang dan dua di antaranya dilaporkan meninggal dunia," kata Tien Suhartini, petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak, Senin (29/3).

Entin, panggilan akrab Tien Suhartini, mengatakan, kesepuluh wilayah yang berpotensi menjadi tempat penyebaran (endemis) penyakit DBD itu meliputi Kecamatan Warunggunung, Rangkasbitung, Cibadak, Kalanganyar, Sajira, Cimarga, Binuangeun, Cikulur, dan Maja Lewidamar.

Untuk mencegah penyebaran, pihaknya terus mendorong masyarakat melaksanakan kegiatan kebersihan lingkungan dan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta pemberian abatesasi untuk membunuh jentik-jentik nyamuk DBD. Selama ini, pengasapan dinilai belum efektif karena hanya bisa membunuh nyamuk dewasa.

Dia juga mengatakan, saat ini penyebaran DBD sangat berpotensi menyerang warga karena musim hujan masih terjadi yang menyebabkan berkembangbiaknya nyamuk aedes aegepty. "Kami mengimbau masyarakat tetap waspada terhadap penyebaran penyakit DBD," ujarnya.

Menurut dia, selama tiga bulan terakhir jumlah penderita DBD di Kabupaten Lebak tercatat sebanyak 76 orang dan dilaporkan dua warga meninggal dunia. Korban terakhir yang meninggal dunia pada Februari 2010 warga Kecamatan Warunggunung. Kemudian tahun 2009 lalu, jumlah penderita DBD sebanyak 340 orang dan sepuluh dilaporkan meninggal dunia.(ADO/Ant)

Sumber :
http://berita.liputan6.com/daerah/201003/269935/Sepuluh.Kecamatan.di.Lebak.Endemis.DBD
29 Maret 2010

Sungai Ciwaru Tercemar Merkuri

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kabupaten Lebak, Banten, menemukan kandungan racun air raksa atau merkuri dan kopernisium (Cn) dalam air Sungai Ciwaru di Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. 

Pencemaran diduga kuat disebabkan aktivitas penambangan emas tanpa izin di sungai setempat. Akibatnya masyarakat setempat kekurangan air bersih untuk keperluan sehari-hari. 

Hal ini terungkap setelah BPLH Lebak merilis hasil uji laboratorium terhadap kondisi air sungai tersebut, Rabu (7/4). Sungai Ciwaru merupakan sumber air utama ribuan warga setempat. 

Kepala Seksi Pencemaran Kerusakan Lingkungan dan Pengolahan Limbah BPLH Lebak Tohirin memaparkan sungai itu mengandung 1,07 Cn per milimeter kubik. Sedangkan kandungan normal kopernisium yang diatur dalam Permen LH Nomor 9 Tahun 2006 ialah 0,4 Cn per milimeter kubik. 

"Kami menemukan bahwa Sungai Ciwaru positif tercemar sejumlah limbah B3 khususnya mercuri dan kopernisium. Pencemaran itu menyebabkan hilangnya biota sungai di kawasan tersebut dan bagi manusia air dengan kandungan merkuri itu dapat merusak sistem syaraf," tutur Tohirin. 

Tubuh manusia akan kering hingga ke tulang bahkan paru-paru pun bisa kering. Selain itu, mata akan terkena iritasi hingga memerah. "Ciri-ciri orang yang sudah terkontaminasi B3 itu adalah badannya pucat, hidungnya terus terusan meler, mata memerah dan tubuh terlihat kering," jelasnya. 

Masyarakat setempat menduga, kandungan merkuri berasal dari aktivitas sejumlah penambang emas ilegal yang kerap beraktivitas di sekitar sungai. Sungai itu hampir setiap hari dikotori merkuri yang keluar dari mesin penambangan emas. 

Merkuri tergolong logam berat. Konsentrasi yang kecil saja dari logam ini telah bersifat racun. Logam ini menjadi berbahaya bila terakumulasi dalam tubuh manusia sehingga mengakibatkan keracunan, bahkan lebih fatal hingga berakibat kematian. 

Sekretaris Forum Komunikasi Pemuda Pakidulan E P Yudha bahkan mendesak Pemerintah Kabupaten Lebak menutup seluruh lokasi penambangan emas ilegal tersebut. Pihaknya pun sudah melaporkan hal itu pada pihak terkait lainnya. Sayangnya, laporan itu tak kunjung ditindaklanjuti. (RM/OL-06) 


Sumber:
Marlan Reinhard
http//www.mediaindonesia.com/read/2010/04/04/134416/123/101/Sungai-Ciwaru-Tercemar-Merkuri
4 April 2010

Lebak Kembangkan Budidaya SRI

 Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak, Banten, melalui Dinas Pertanian setempat sejak 2007 hingga kini terus mengembangkan teknologi penanaman budidayaSystem of Rice Intensification atau SRI untuk meningkatkan produksi pangan. 

"Produksi teknologi ini lebih besar dibandingkan penanaman konvensional," kata Kepala Seksi Tata Guna Lahan dan Dinas Pertanian, Kabupaten Lebak Rahmat Yuniar, Jumat (8/1). 

Rahmat mengatakan, saat ini produksi metode pengembangan penanaman budidaya SRI bisa mencapai 8,2 sampai 10 ton gabah kering pungut (GKP) per hektare, sedangkan sawah konvensional hanya 5,6 ton GKP per hektare. 

Oleh karena itu, kata dia, budidaya SRI ini dapat meningkatkan hasil produksi dua kali lipat, sehingga bisa memberikan kontribusi terhadap swasembada beras nasional. 

Pengembangan SRI di Kabupaten Lebak, kata dia, di antaranya Kecamatan Panggarangan, Cipanas, Muncang, Leuwidamar, Warunggunung dan Cibeber. 

"Penanaman pengembangan teknologi itu mencapai seluas 32 hektare," katanya. 

Menurut dia, teknologi SRI tidak dibatasi benih varietas apa pun. Mereka bisa menggunakan benih padi varietas Ciherang atau IR 64. Akan tetapi, pengembangan budidaya harus menggunakan penanaman metode SRI. 

Selain itu, teknologi SRI memiliki keunggulan yakni dapat menghemat air hingga 40-50% karena padi tidak perlu digenangi air secara terus menerus. 

Selanjutnya, sistem ini hanya membutuhkan benih padi antara 5-7 kg per hektare, sedangkan sistem non SRI membutuhkan 60-70 kg per hektare. 

Keunggulan lainnya, ujarnya, penggunaan waktu pun lebih hemat dan bibit dapat ditanam selama 5-12 hari setelah disemai, sementara sistem konvensional menunggu 25-30 hari setelah semai. 

"Saya kira teknologi SRI sangat menguntungkan karena musim panen lebih awal 10-15 hari dibanding konvensional terhitung masa persemaian," katanya. 

Dia menyebutkan, pihaknya optimistis pengembangan penanaman teknologi SRI di Kabupaten Lebak akan diminati petani, selain produksi gabah cukup tinggi juga biaya bisa menghemat. Sebab, teknologi SRI menggunakan pupuk nonorganik seperti kotoran ternak, kompos dan lainnya. 

"Saya kira petani bisa memanfaatkan kotoran ternak untuk dijadikan pupuk," katanya. 

Sementara itu, Ketua Kelompok Tani (Koptan) Kebon Tiwu, Desa Sipayung Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak, H Diding mengaku, pihaknya merasa senang mengembangkan budidaya teknologi SRI karena setahun bisa tiga kali musim panen. 

"Sebelumnya, petani di sini hanya dua kali musim panen dan setelah menggunakan sistem SRI bisa mencapai tiga kali," katanya. (Ant/OL-7)


Sumber :
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/01/09/116007/123/101/Lebak-Kembangkan-Budidaya-SRI
9 Januari 2010